Akhir-akhir ini saya sedang kegandrungan bermain PLAY-DOH.
Waktu saya masih kecil dulu, saya mengenalnya dengan sebutan lilin malam atau kemudian disebut clay. Permainan ini merupakan permainan
membentuk/mencetak dengan menggunakan adonan yang berwarna-warni.
Awal Maret ini Nana sudah resmi berusia dua tahun sehingga
saya memberanikan diri untuk memberinya Play-Doh. Mainan yang satu ini bukan
cuma asyik dilakukan oleh Nana, tapi juga oleh pengasuhnya (termasuk saya dan
suami). Selain mudah digunakan dan menyanangkan, Play-Doh juga aman karena
terbuat dari bahan makanan, edukatif, serta mendorong kreativitas.
Saya selalu berusaha untuk tidak mengkritik apapun yang Nana
buat. Misalnya ketika dia mencetak PlayDoh berbentuk bawang dengan warna biru –
sebenarnya saya ingin mengajarkan Nana bahwa tidak ada bawang yang berwarna
biru. Walaupun demikian saya berusaha untuk fokus pada usahanya untuk mencetak
dan menyebutkan bentuk-bentuk yang bisa dia buat. Hasilnya luar biasa; selain
perbendaharaan kata Nana semakin banyak, dia juga sudah mahir mengkombinasikan
kata dengan baik, misalnya dengan berkata : “Ini bawang biru!”
Ngomong-ngomong, tahukah Anda kalau ternyata, pada awalnya
Play-Doh diciptakan sebagai pembersih wallpaper?
Namun karena bentuk dan bahannya mirip
adonan clay biasa, ditambah punya kelebihan tidak beracun dan mudah
dibersihkan, pencipta Play-Doh yaitu Joe McVicker menyulapnya menjadi permainan
anak yang hebat. Setelah memproduksi Play-Doh, Joe McVicker menjadi miliuner
sebelum usianya yang ke-27. Wow!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar