Jumat, 23 Maret 2012

Goodbye Sus!

Terhitung kemarin siang, Suster (pengasuh) yang mengurus Nana sejak berusia sebulan, resmi meninggalkan rumah keluarga kami. Dua hari sebelumnya mendadak Suster berkata kalau dia akan pulang kampung dan tidak akan kembali lagi karena urusan keluarga. Keputusan dadakan ini membuat saya dan suami sempat kebingungan karena kami sudah mempunyai sejumlah rencana untuk beberapa minggu ke depan yang tidak mungkin terlaksana jika tidak ada Suster. Apalagi saya dan suami bekerja, ditambah lagi sekarang adalah bulan pelaporan pajak, tentu saja kami sangat sibuk. Tapi apa boleh buat, saya tidak punya hak untuk melarang Suster pulang sehingga dengan lapang dada kami merelakan rencana-rencana tersebut terbengkalai.

Aku mengajak Nana mengantarkan Suster pergi, dan nampak wajah Nana yang bingung saat melihat orang yang selalu menemaninya selama dua tahun ini pergi meninggalkannya. Nana tidak menangis, tapi ada kekecewaan yang terpancar di wajahnya. Saya berusaha merespon keheranan Nana secara positif; saya bilang pada Nana kalau Suster mempunyai adik bayi yang harus diurus, sementara Nana sudah besar sehingga tidak perlu ditemani Suster lagi. Nana menerima penjelasan saya sehingga tidak bertanya lagi mengapa Suster tidak ada di rumah.

Jika dilihat ke belakang, sebenarnya, kami tidak sepenuhnya cocok dengan Suster. Bagi kami yang hanya keluarga kecil dengan penghasilan cukup, dia terlalu mata duitan. Gajinya lebih tinggi daripada UMR, ditambah uang tiga bulanan, keperluan sehari-harinya, bahkan kalau dia sakit seperti batuk, obatnya tidak mau beli sendiri. Dia juga sudah cukup berumur sehingga agak keras kepala dan cenderung tidak mau menerima gagasan dari pasangan muda seperti saya dan suami. Dia juga kurang apik dalam menggunakan peralatan rumah tangga; mulai dari kompor, microwave, hingga rice cooker. Namun hal paling parah yang kadang membuat saya gregetan adalah sikap judesnya pada PRT ( pembantu rumah tangga ). Selama dua tahun tinggal bersama kami, sudah 6 kali kami berganti PRT dengan alasan tidak cocok atau bertengkar dengan Suster. Tetapi saya tetap mempertahankan Suster karena dia telaten dalam mengurus Nana. Dia sabar jika Nana sakit atau rewel, tidak menyerah jika Nana susah makan, juga tidak malas menjalankan rutinitas anak seperti ganti pampers, makan buah, vitamin, dan lain-lain. Itulah sebabnya saya tutup mata pada segala kekurangan Suster dan mempercayakan putri semata wayang kami padanya.

Kini setelah Suster pergi, saya menyadari bahwa meskipun sifatnya tidak sempurna, tapi Suster juga telah berjasa banyak pada keluarga kami. Di satu sisi saya berharap mendapatkan pengganti yang baik seperti Suster, di sisi lain saya juga berharap Suster bahagia dengan pekerjaannya sekarang.

Ketiadaan Suster membuat saya ekstra sibuk dengan pekerjaan kantor dan mengurus Nana. Sampai nanti saya mendapatkan pengganti Suster, kira-kira tanggal 10 April nanti, saya akan membawa Nana ke kantor (di satu sisi saya bersyukur karena bekerja di perusahaan orangtua, sebab saya tidak seleluasa ini jika bekerja di tempat lain). Saya selalu berusaha melihat segala sesuatu secara lebih positif. Setidaknya kalau saya capek karena banyak yang harus saya lakukan, program diet saya pun akan terbantu. Selain itu saya punya suami dan keluarga yang pengertian sehingga saya merasa tidak terlalu lelah. Prinsip saya yang "semua ada waktunya" membuat saya yakin kalau semua kesulitan yang saya jalani sekarang akan membuat saya lebih bijaksana, lebih dewasa, dan lebih tahan banting.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar