Selasa, 25 September 2012

Euforia Pilkada DKI: Menjadi (Keturunan) Cina-Kristen di Indonesia?


Pilkada DKI putaran 2 baru saja dilaksanakan 20 September 2012 lalu, namun euforianya masih terasa. Kampanye-kampanye berbau isu SARA yang beberapa minggu terakhir begitu kental di berbagai media rasanya masih menyisakan catatan dalam pikiran saya. Namun tulisan saya bukanlah pembelaan bagi Pak Basuki atau Ahok yang menjadi sasaran empuk isu-isu tersebut. Tulisan ini saya tujukan kepada semua orang keturunan Cina yang hidup di Indonesia, yang memiliki KTP WNI alias Warga Negara Indonesia, dan pada bagian agama bertuliskan “Kristen”.

Saya juga seorang keturunan Cina. Kakek saya lahir dan besar di Cina, lalu dia bersama sebagian keluarganya pindah ke Indonesia, dan menetap di Bandung. Lalu lahirlah papa saya. Papa menikah dengan Mama, seorang keturunan Cina yang beragama Kristen, lalu akhirnya lahirlah saya. Yap, sama seperti Anda, saya juga salah seorang yang disebut si Cina-Kristen.

Tapi bagi saya, selama lahir dan hidup di tanah Indonesia, maka saya adalah orang Indonesia. Itu adalah takdir saya. Apapun agama saya, itu tidak mengubah fakta bahwa saya adalah Warga Negara Indonesia. Kristen bagi saya adalah sebuah pilihan iman. Agama tidak menentukan nasionalisme saya. Apabila kelak Indonesia menjadi negara dengan basis agama selain Kristen, anggaplah menjadi negara Islam seperti Malaysia atau Saudi Arabia, maka saya tetaplah orang Indonesia.

Sebagai seorang turunan Cina-Kristen di Indonesia, saya dan Anda mempunyai setumpuk tugas dalam masyarakat. Seperti dalam Yeremia 29 : 7 yaitu “Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu AKU buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu.” Ayat ini mengajak kita bukan untuk menjadi kelompok masyarakat yang apatis, tapi sebaliknya menjadi kelompok masyarakat yang peduli. Mengusahakan kesejahteraan bisa kita mulai dengan hal-hal yang paling sederhana, misalnya dengan menaati peraturan yang berlaku, membayar pajak dengan jujur, aktif dalam kegiatan lingkungan (seperti Pemilu, Pilkada, Kerja Bakti, dll), atau sekedar tidak membuang sampah sembarangan. Apabila Tuhan memberkati kita dengan bisnis atau perusahaan, maka kita mempunyai pilihan yang lebih banyak untuk mengusahakan kesejahteraan kota kita.

Mari kita baca  lebih lanjut 1 Petrus 2 : 11-16. Di sini kita belajar bagaimana menjadi seorang pendatang dan perantau supaya hidup benar dan menjauhkan diri dari keinginan daging (duniawi). Sebagai seorang turunan Cina-Kristen, tentukan kita menjadi sorotan di tengah masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim. Semua perbuatan baik dan buruk kita akan mudah dinilai oleh orang-orang di sekitar kita. Oleh karena itu, jagalah sikap perilaku kita. Lebih jauh lagi, pada ayat 13, Tuhan memerintahkan kita untuk tunduk kepada semua lembaga manusia, yaitu kepada raja dan wali-wali. Tunduk di sini berarti kita harus menghormati para pemimpin dan mendoakan mereka agar Tuhan memberikan hikmat dan kebijaksanaan. Saya tahu, ada banyak pemimpin yang bersikap sewenang-wenang; tapi itu bukan alasan bagi kita untuk menghujat. Apabila Tuhan berkehendak, maka seorang pemimpin akan naik atau lengser.

Namun yang terlebih besar, sebagaimana tertulis dalam ayat 17 (yang juga merupakan landasan dari iman Kekristenan), yaitu agar kita mengasihi semua orang dan takut akan Allah. Jadi, sebagai turunan Cina-Kristen, kita tidak boleh lagi menghakimi sesama rakyat Indonesia dengan pandangan steriotip. Ingatlah bahwa semua orang diciptakan oleh Tuhan, apabila kita menghina mereka, maka kita menghina Tuhan. Apabila kita mengasihi mereka, maka kita mengasihi Tuhan.

Lalu bagaimana dengan rasa sakit hati karena tidak sedikit orang yang menyindir kita? Biasanya turunan Cina-Kristen ‘kan disamakan dengan Zionis dan Yahudi, antek-antek budaya Barat, ideologi komunis ( seperti tahun 1960an dulu), pedagang yang licik, picik, tukang makan babi, sipit, kafir, dan segudang panggilan lain yang bernada merendahkan. Bagi saya - sama seperti lagunya Bondan - ya sudahlah. Biarkan saja. Kalau kita memang berbuat salah, terima dong sindiran itu! Misalkan kita adalah pedagang yang menipu pembeli, emas 18 karat dibilang 22 karat, timbangan direkayasa pula… kalau suatu kali toko kita dibongkar massa, itu sih karena kesalahan kita sendiri.

Tapi bagaimana kalau kita tidak melakukan kesalahan? Anggaplah kita sudah berusaha secara jujur, tapi tetap saja kita diusik sana-sini. 1 Petrus 2 : 19 – 21 berkata : “Sebab adalah kasih karunia jika seorang dengan sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung. Sebab dapatkah disebut pujian jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa? Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah. Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristus pun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejakNya.”

Berdoalah, mintalah agar Tuhan memberikan kita hikmat dan kebijaksanaan untuk hidup di tengah-tengah masyarakat. Inilah ada kesempatan bagi kita untuk menjadi garam dan terang dunia. Ingatlah bahwa agama tidak menentukan kedewasaan seseorang, tapi perilaku. Selanjutnya, cintailah tanah air kita. Nusantara terlalu indah untuk kita rusak dengan kebencian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar